Sidang RTH Ungkap Dadang Suganda Bisnis Tanah Sejak Tahun 1991
MATAKOTA, Bandung – Tim kuasa hukum Dadang Suganda menghadirkan tiga orang saksi meringankan atau A de Charge pada lanjutan sidang korupsi dan pencucian uang proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung. Mereka adalah Ujang Karmana, Heri Topik, dan Harmawan.
Diungkap kuasa hukum Efran Helmi Juni, lewat keterangan ketiga saksi tersebut, pihaknya ingin memberikan penjelasan yang utuh bahwa kliennya membeli tanah jauh hari sebelum adanya proyek RTH tahun 2011.
“Sebagaimana tadi dijelaskan oleh saksi Karmana dan Heri. Pada prinsipnya kan mereka kenal sudah lama dan sudah sangat sering melakukan kegiatan jual beli tanah,” ujarnya, usai sidang di PN Tipikor Bandung, Jalan LL RE Martadinata, Selasa (6/4/2021).
Sebelumnya, Karmana dan Heri mengungkapkan bahwa mereka mulai berbisnis tanah dengan Dadang Suganda pada medio 1991 dan 1999.
“Tadi di persidangan mereka menjelaskan bahwa lokasi-lokasi tanah yang dibeli ada yang tahun 2000, 2004, 2005, 2008. Yah intinya emang gak ada kaitan dengan kegiatan RTH,” terangnya.
Terkait dengan kegiatan pengadaan tanah RTH, kata Efran, Karmana dan Heri juga menjelaskan bahwa mereka dimintai bantuan oleh kliennya untuk mencari tanah di lokasi yang terkena proyek RTH.
“Intinya Pak Dadang Suganda itu bukan beli tanah karena ada proyek RTH. Bukan seperti itu, bahkan saksi Karmana menyebut sejak tahun 1991. Itu tentu harus jadi catatan penting majelis hakim,” tegas Efran.
“Jadi kalau ada kegiatan RTH dan ternyata klien saya banyak mempunyai tanah di lokasi itu, yah tentu jadi hal yang wajar-wajar ajah,” imbuhnya.
Efran berujar, dia pun sempat bertanya kepada kedua saksi terkait sisa tanah yang dimiliki kliennya di lokasi yang terkena proyek RTH. “Ternyata kan masih banyak tanah klien saya yang belum dibeli oleh Pemkot Bandung,” ucapnya.
Hal penting lain yang terungkap pada persidangan, lanjut Efran, kliennya bukan calo atau makelar tanah. Bahkan saksi Karmana dan Heri menyebut mereka yang menjadi mediator atau makelar tanah
“Saksi bilang kalau makelar itu seperti mereka yang mencari-cari tanah. Pak Dadang kan pemilik tanah, pembeli tanah, punya kemampuan finansial. Jual belinya pun secara cash tunai. Berkaitan dengan itu kan harus terang benderang profil beliau (Dadang Suganda),” lanjut Efran.
Kata dia, terungkap juga di persidangan bahwa Dadang Suganda membeli tanah bukan melulu untuk RTH tapi banyak peruntukan lain seperti developer perumahan, pabrik, dan sebagainya.
Terkait dengan dihadirkannya saksi Harmawan, tim kuasa hukum ingin menjelaskan profil keuangan kliennya. “Soal pemberian pinjaman modal itu kan menjelaskan bahwa Pak Dadang punya kemampuan keuangan,” terangnya.
“Harmawan menjelaskan kalau dia ada proyek dan membutuhkan modal untuk beli aspal dan semacamnya, dia kan AMP, beli pasir dan lainnya kan harus punya uang cash. Dari mana memperoleh uang dengan segala kemudahan kalau bukan dengan orang yang punya uang. Salah satunya dengan Pak Dadang, kalau ke bank kan butuh proses,” tambah Efran.
Diketahui, di depan majelis hakim yang diketuai T Benny Eko Supriyadi, Harmawan menyebut kenal dengan Dadang Suganda sejak tahun 1999 karena sama-sama berasal dari Tasikmalaya. Harmawan merupakan seorang pengusaha kontraktor, rental alat berat, pengusaha Asphalt Mixing Plant (AMP), dan pemilik PT TMPP.
“Kalau kurang modal saya suka pinjam ke Pak Dadang, terkadang sebaliknya Pak Dadang yang pinjam ke saya. Tapi kebanyakan saya yang suka pinjam,” ujarnya.
Harmawan berujar, awalnya dia meminjam Rp 500 juta lalu berikutnya mencapai puluhan miliar. “Akumulasinya mencapai Rp 84 miliar, tapi semua sudah lunas,” tuturnya.
Dijelaskan, dari jumlah pinjaman tersebut keuntungan yang diperoleh Dadang Suganda mencapai Rp 24 miliar.
Diketahui, Harmawan pernah diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 Agustus 2020.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), diterangkan bahwa berdasarkan dokumen yang ada pada PT TMPP berupa slip setoran, struk ATM, dan form aplikasi transfer, jumlah pengembalian pinjaman PT TMPP kepada Dadang Suganda periode 2005 hingga 2020 mencapai Rp 84 miliar. (DRY)
Coca-Cola Europacific Partners Indonesia Luncurkan Program WAWASAN Nusantara di Karawang
MATAKOTA || Karawang, – Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia) hari ini…