Sidang RTH Ungkap Dadang Suganda Bukan Makelar, Peroleh Untung Rp 24 Miliar dari Pinjaman Modal ke Kontraktor
MATAKOTA, Bandung – Penasihat hukum terdakwa Dadang Suganda menghadirkan tiga orang saksi meringankan atau A de Charge pada lanjutan sidang korupsi dan pencucian uang proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) di PN Tipikor Bandung Jalan LL RE Martadinata, Selasa (6/4/2021).
Saksi meringankan pertama yang diperiksa di depan majelis hakim yang diketuai T Benny Eko Supriyadi adalah mantan Ketua Rukun Warga (RW) di Kelurahan Cisurupan, Kecamatan Cibiru, Ujang Karmana.
Saksi itu menyebut kenal dengan terdakwa Dadang Suganda sejak tahun 1981 karena sama-sama berdagang di Pasar Ujung Berung Kota Bandung.
“Kenal tahun 1981, sama-sama pedagang di Pasar Ujung Berung. Beliau punya jongko (Kios) jualan cau (Pisang) saya jualan nasi koneng (kuning),” ujarnya.
“Sejak pertama kenal, beliau sudah cerita-cerita soal jual beli tanah. Sebab itu saya jadi tahu persis kalau beliau itu punya bisnis jual beli tanah,” imbuh Karmana.
Dia berujar, sejak tahun 1991 mulai melakoni bisnis jual beli tanah dengan Dadang Suganda. “Dari situ saya jadi sering ketemu. Kalau ada tanah yang mau dijual, saya sering menawarkan ke Pak Dadang,” ucap Karmana.
Adapun lokasi tanah yang ia tawarkan untuk dibeli oleh Dadang Suganda lokasinya tidak cuma di Kota Bandung.
“Ada di Cijapati, Nagreg, dan Rancaekek. Kalau di Kota Bandung tanah yang banyak dibeli oleh beliau di daerah Ujung Berung dan Cibiru,” terang Karmana.
Dia menyatakan tidak tepat jika Dadang Suganda disebut mediator atau makelar. “Kalau menurut saya beliau itu pembeli, saya yang mediator,” kata Karmana.
Menurutnya, tanah yang dia jual kepada Dadang Suganda ada yang dijadikan perumahan atau pabrik. “Jadi tidak melulu buat RTH. Tanah-tanah yang dibeli oleh Pak Dadang lewat saya selaku mediator, jauh sebelum ada proyek RTH,” tegas Karmana.
Ia pun menerangkan bahwa seluruh tanah yang dibeli oleh Dadang Suganda lewat jasa dirinya selaku mediator, dibayar lunas.
“Tidak ada panjar, begitu saya pertemukan dengan pemilik langsung proses negoisasi harga. Begitu deal, Pak Dadang membayar lunas,” ucap Karmana.
Didesak jaksa KPK Haerudin tentang lokasi tanah yang dibeli oleh Dadang Suganda lalu dijual kembali ke Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung untuk dijadikan RTH, Karmana menyebut mayoritas berasal dari pembelian tahun 2008-2009.
“Banyak tanah yang saya jual ke Pak Dadang ternyata belakangan dibeli oleh Pemkot Bandung untuk RTH. Kebanyakan lokasinya di Cisurupan Cibiru,” ujarnya.
Diungkap Karmana, awal dia mengetahui tanah yang pernah dijualnya ke Dadang Suganda ternyata dijual kembali ke Pemkot Bandung sekitar tahun 2014. Saat itu dia diminta oleh petugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menunjukkan lokasi-lokasi tanah warga yang telah dibebaskan Pemkot Bandung untuk lahan terbuka hijau (RTH).
Hal senada juga diungkapkan saksi meringankan lainnya, Heri Taufik. Kata dia, sejak tahun 2000 sering berbisnis jual beli tanah dengan Dadang Suganda.
“Emang yang saya tau beliau ini dari dulu berbisnis jual beli tanah. Beliau biasa dipanggil Demang, kalau di kampung Demang itu artinya tuan tanah atau raja tanah,” sebut Heri.
Dia menyebut selain berbisnis tanah, Dadang Suganda pun memiliki banyak kios di pasar-pasar tradisional. “Saya pernah diajak beliau beli tanah di Rancaekek Kabupaten Bandung untuk dijadikan perumahan,” ujar Heri.
Diakui Heri, Dadang Suganda pernah membeli tanah Grandtex pada tahun 2010 yang belakangan dia ketahui tanah tersebut telah dijual kembali oleh Dadang Suganda ke Pemkot Bandung.
“Selain Grandtex ada juga lokasi lainnya yang pernah dibeli oleh Pak Dadang lewat saya selaku mediator, ternyata dijual kembali ke Pemkot Bandung untuk RTH. Seluruhnya yang lewat (mediator) saya, dibayar lunas ke pemilik oleh Pak Dadang,” terang Heri.
Saksi lainnya, Harmawan menyebut kenal dengan Dadang Suganda sejak tahun 1999 karena sama-sama berasal dari Tasikmalaya. Harmawan merupakan seorang pengusaha kontraktor, rental alat berat, dan pemilik PT TMPP.
“Kalau kurang modal saya suka pinjam ke Pak Dadang, terkadang sebaliknya Pak Dadang yang pinjam ke saya. Tapi kebanyakan saya yang suka pinjam,” ujarnya.
Harmawan berujar, awalnya dia meminjam Rp 500 juta lalu berikutnya mencapai puluhan miliar. “Akumulasinya mencapai Rp 84 miliar, tapi semua sudah lunas,” tuturnya.
Dijelaskan, dari jumlah pinjaman tersebut keuntungan yang diperoleh Dadang Suganda mencapai Rp 24 miliar.
Diketahui, Harmawan pernah diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 Agustus 2020.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), diterangkan bahwa berdasarkan dokumen yang ada pada PT TMPP berupa slip setoran, struk ATM, dan form aplikasi transfer, jumlah pengembalian pinjaman PT TMPP kepada Dadang Suganda periode 2005 hingga 2020 mencapai Rp 84 miliar. (DRY)
Wakil Bupati Bandung Sahrul Gunawan Hadiri Jambore Kader PKK Kabupaten Bandung
MATAKOTA || SOREANG – Wakil Bupati Bandung Sahrul Gunawan hadir dalam kegiatan jambo…