Lanjutan Sidang RTH Hari Selasa, Jaksa KPK Hadirkan Dada Rosada dan Edi Siswadi
Bandung, matakota.com — Lanjutan sidang skandal korupsi dan pencucian uang ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bandung, akan menghadirkan mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada dan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Edi Siswadi. Keduanya akan diperiksa jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa Dadang Suganda alias Demang.
Koordinator Jaksa KPK Haerudin membenarkan Dada Rosada dan Edi Siswadi akan dihadirkan sebagai saksi pada hari Selasa (19/01/2021). “Yah,” ujarnya, melalui aplikasi pesan Whats App.
Dalam dakwaan jaksa, Dada diduga menerima cek senilai Rp 2 miliar dari Dadang Suganda melalui terpidana empat tahun kasus RTH, Herry Nurhayat.
Disebutkan, Herry menerima cek di kediaman Dadang Suganda di Jalan AH Nasution. Lalu atas sepengetahuan Dada Rosada, uang Rp 2 miliar tersebut diberikan ke pengacara Wienarno Djati untuk membayar kerugian negara atas kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.
Saat menjadi saksi untuk Herry Nurhayat, Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet pada 20 Juli 2020 lalu, Dada membantah keras dakwaan jaksa tersebut.
“Saya enggak tahu (cek Rp 2 miliar-red),” ujarnya di PN Tipikor Bandung Jalan LL RE Martadinata.
Diakui Dada, dia pernah membahas persoalan kasus bansos dengan Edi Siswadi. Namun, Dada membantah mengetahui apalagi memerintahkan Herry Nurhayat mengambil keuntungan dari proyek RTH.
“Sekda minta pendapat saya, saya bilang urunan ke kepala dinas dan camat. Saya mengarahkan jangan dari APBD ataupun dari RTH. Saya hanya perintahkan Edi untuk urunan, patungan. Kalau sumbernya saya tidak tahu,” ujarnya.
Saat bersaksi untuk terdakwa Dadang Suganda, Herry Nurhayat mengaku bahwa cek Rp 2 miliar tersebut adalah pinjaman untuk keperluan mengurus kasus bantuan sosial (bansos). Herry berdalih, hal itu dilakukan berdasarkan perintah Wali Kota Dada Rosada.
“Saya diperintah pimpinan mencari sumber dana untuk mengurus sidang banding bansos,” ujarnya di PN Tipikor Bandung, Selasa (12/01/2021) lalu.
Kata Herry, setelah cek Rp 2 miliar diterima, dia menelepon adik iparnya yang bernama Eddy Saceful Mamoer. Dia meminta Eddy agar membantu mencairkan cek dari Dadang Suganda ke Bank BRI. Setelah cek cair, seluruhnya dia simpan dalam rekening Eddy.
Mendengar keterangan Herry, jaksa Haerudin melakukan konfrontir dengan saksi lainnya, Eddy Saceful Mamoer.
“Apakah benar saudara menerima satu lembar cek dari Herry Nurhayat,” tanya Haerudin.
Eddy menjawab, benar. Kata dia, pada tanggal 20 Desember 2012 kakak iparnya tersebut menghubunginya lewat telepon.
“Beliau telepon saya. Cek saya cairkan, ke Real Time Gross Settlement (RTGS) saya atas permintaan beliau,” ujar Eddy.
Menurutnya, tak lama berselang Herry Nurhayat kembali menelepon dan meminta dirinya menarik dana sebesar Rp 1,2 miliar. Uang tersebut lalu dia serahkan ke Herry di kantornya DPKAD Kota Bandung.
Selanjutnya, Herry juga meminta Eddy melakukan transfer uang Rp 600 juta.
“Nomor rekeningnya beliau yang kasih, lalu pada bulan Maret 2013 beliau meminta Rp 50 juta dan bulan April 2013 mengambil lagi Rp 150 juta,” jelas Eddy.
Sementara itu, saat bersaksi di PN Tipikor Bandung (27/07/2020), Edi Siswadi mengakui menerima uang Rp 10 miliar secara bertahap dari Dadang Suganda.
“Seingat saya dalam bentuk cek sekitar Rp 10 miliar. Bertahap, dari Agustus 2012 hingga Maret 2013,” ujarnya.
Diketahui, selain dugaan tindak pidana korupsi, KPK menjerat Dadang Suganda dengan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut seluruh harta kekayaan Dadang Suganda yang disembunyikan, disamarkan, dialihkan hak-hak ataupun kepemilikan yang sebenarnya, tetap milik yang bersangkutan.
Selanjutnya, kekayaan Dadang ditempatkan pada rekening-rekening, digunakan untuk membeli tanah, rumah, bangunan, kendaraan bermotor, serta perbuatan lain atas harta kekayaan, yang jumlah keseluruhannya mencapai Rp 87,7 miliar. (DRY)
CASHBACK
Penulis adalah Anggota Biasa PWI sejak 1989 – sekarang. Oleh : Mirza Zulhadi MATAKOTA, …