Home Berita Sidang Suap Sekdis DPKPP Bogor, Pemberi Suap Masih Jadi Misteri
Berita - Hukum - 2021-02-26

Sidang Suap Sekdis DPKPP Bogor, Pemberi Suap Masih Jadi Misteri

Bandung, matakota.com- Untuk ke 26 kalinya sejak 27 Juli 2020, sidang suap dengan terdakwa Sekretaris Dinas (Sekdis) Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Bogor, kembali bergulir di PN Tipikor Bandung, Jalan LL RE Martadinata (26/02/2021).

Sudah puluhan saksi dihadirkan, belum juga dapat membuktikan siapa yang bersalah dalam dugaan tindak pidana suap yang menjerat Iryanto. Bahkan, pemberi suapnya pun masih menjadi misteri.

Diketahui, Iryanto didakwa pasal suap dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Iryanto diduga menerima suap terkait perizinan sebesar Rp 120 juta.

Jaksa mendakwanya dengan Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf e dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa juga menyertakan pasal penyertaan dan perbuatan berlanjut yakni Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 64 KUH Pidana.

Di persidangan, saksi ahli pidana dari Universitas Muhammadiyah Chairul Huda, memberikan keterangan yang menyudutkan jaksa penuntut umum.

Dia menyebut, dalam tindak pidana suap, mengharuskan ada dua pihak yang harus dimintai pertanggung jawaban pidana. Namun, dalam kasus ini, ia mengaku heran karena hanya ada penerima saja.

“Soal tindak pidana suap dalam hukum pidana, ada yang disebut penyertaan mutlak. Delik ini hanya bisa diterapkan jika berpasangan aktif, artinya (penerima suap) tindak pidana ini hanya bisa diterapkan dengan dan pemberi,” ujarnya.

Dia menganalogikan tindak pidana suap dengan perzinahan. Dalam perzinahan, ada sepasang lelaki dan perempuan.

“Delik suap tidak mungkin dipertanggung jawabkan hanya untuk penerima saja, tidak logis dan tidak yuridis karena (pasal yang didakwakan) ini delik berpasangan. Hanya bisa diterapkan berpasangan,” ucap Chairul Huda.

Dijelaskannya, bisa saja penerima suap saja yang dikenai pidana. Namun, itu jika situasi pemberi suapnya meninggal dunia. Selain itu, alasan pemberi suap tidak dijerat karena berstatus justice collaborator (JC) juga tidak bisa.

“Tidak bisa. Setahu saya JC itu bukan untuk pelaku utama, pemberi suap itu pelaku utama. Kemudian, antara pemberi dan penerima suap harus ada deal (janji) dulu,” tandasnya.

Terdakwa Iryanto juga menanyakan soal kemungkinan pemberian suapnya hanya rekayasa alias dijebak.

“Tindakan penjebakan tidak boleh, tidak diatur di sistem hukum kita. Watak penegak hukum harus dijauhkan dari upaya-upaya penjebakan,” ucap dia.

Tidak Ada Kerugian Negara

Diungkap kuasa hukum Iryanto, Dinalara Derwati Butar-butar, dalam perkara ini hanya ada satu terdakwa, yakni penerima suap saja.

Kata dia, dalam banyak perkara korupsi jenis suap, pemberi suap pasti selalu dijerat, karena aturannya ada.

“Keanehan dalam kasus ini karena penegak hukum dari Polres Bogor hingga Kejari Bogor melanjutkan kasus ini ke persidangan tanpa menjerat pemberi suap,” ucapnya.

“Tadi kita sudah dengar kesaksian ahli pidana, bagaimana mungkin dalam persidangan perkara suap, tanpa melibatkan pihak pemberi suap untuk dimintai pertanggung jawaban pidana,” tambah Dinalara.

Dia berharap, dengan kesaksian ahli pidana Chairul Huda, majelis hakim bisa melihat perkara ini dengan bijak. Apalagi dalam kasus ini, tidak ada uang negara yang dicuri. Sedangkan dalam penegakkan hukum pidana korupsi, pengembalian uang negara yang dicuri harus jadi prioritas.

“Kami juga menilai dakwaan jaksa tidak bisa menguraikan peristiwa secara utuh. Kemudian, ini tidak ada uang negara yang dicuri karena ini perkara suap (bukan pasal 2 dan 3). Kami yakin majelis hakim bisa membebaskan terdakwa,” tuturnya. (DRY) 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also

Di Basa Basi Podcast Pokja PWI Kota Bandung, Cut Nany Indrian: RedDoorz Memiliki 3.500 Properti Terbanyak di Indonesia

MATAKOTA || Bandung, — Reddoorz, sebagai salah satu platform penyedia akomodasi terk…