Sidang Korupsi Bansos, KPK Buka Peluang Periksa Istri Siri Aa Umbara
MATAKOTA, Bandung – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuka peluang menghadirkan istri siri Aa Umbara, Diane Yuliandari, sebagai saksi pada persidangan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Pemkab Bandung Barat yang kini sedang bergulir di PN Tipikor Bandung.
“Kita lihat nanti yah, lihat nanti,” ucap jaksa KPK Budi Nugraha, usai sidang di PN Tipikor Bandung, Jalan LL RE Martadinata, Rabu 25 Agustus 2021.
Meski disebut dalam dakwaan jaksa menerima keuntungan dari proyek bansos Rp 188 juta, Budi bersikukuh enggan memastikan memeriksa Diane Yuliandari sebagai saksi pada persidangan Aa Umbara selanjutnya.
“Yah kita lihat nanti,” tegas Budi.
Sementara itu, penasihat hukum Rizki Rizgantara membantah bahwa Diane Yuliandari dan adiknya terlibat pada proyek bansos di KBB.
“Gak terlibat di bansos, cuma supplier (pemasok). Wajar kan kalau mendapat keuntungan Rp 188 juta,” ujarnya, usai sidang.
Sebagai informasi, Bupati Bandung Barat non-aktif Aa Umbara Sutisna turut melibatkan anak dan istri sirinya cawe-cawe pada proyek pengadaan paket barang tanggap darurat pandemi COVID-19.
Hal itu terungkap pada sidang dakwaan kasus korupsi pengadaan Bantuan Sosial (Bansos) COVID-19 di PN Tipikor Bandung, Jalan LL RE Martadinata, Rabu (18/8/2021).
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terungkap Aa Umbara telah menunjuk langsung salah satu anaknya, Andri Wibawa, untuk jadi rekanan penyedia paket.
Dalam menjalankan modusnya, Andri dibantu oleh Diane Yuliandari dan Dicky Yuswandira untuk menyediakan perusahaan yang akan dijadikan bendera sebagai peserta tender.
Dibeberkan jaksa, Diane Yuliandari adalah istri siri dari Aa Umbara. Sementara, Dicky Yuswandira adalah adik dari Diane.
Keterlaluan! Disaat masyarakat terdampak COVID-19 terancam kelaparan, Diane dan Dicky malah mendapatkan keuntungan dari Andri Wibawa sebesar Rp188 juta. Sedangkan Andri selaku putra kandung Aa Umbara, mendapatkan keuntungan dari 120.675 paket sembako, sebesar Rp 2,6 miliar.
“Bahwa perbuatan terdakwa selaku bupati yang ditugaskan mengawasi pengadaan barang atau jasa dalam keadaan darurat, ternyata ikut mengatur penyedia paket pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat (KBB),” kata jaksa Budi Nugraha.
Dibeberkan Budi, awal mula korupsi yang dilakukan Aa Umbara dilakukan saat Pemkab Bandung Barat melakukan refocusing anggaran penanggulangan COVID-19 dalam bentuk Belanja Tidak Terduga (BTT) Tahun Anggaran (TA) 2020.
Saat itu, kata Budi, BTT yang diperuntukkan bagi pemberian bansos kepada masyarakat terdampak COVID-19 ditetapkan sebesar Rp 52 miliar lebih.
“Namun, dalam mewujudkan program bansos tersebut Aa Umbara menginginkan adanya keuntungan bagi dirinya dan keluarga,” ucapnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Aa Umbara kemudian menunjuk penyedia paket bansos sembako yang merupakan orang-orang terdekat serta keluarganya.
Dijelaskan Budi Nugraha, Aa Umbara pun kemudian bertemu dengan Totoh Gunawan selaku pengusaha sekaligus tim sukses Aa Umbara saat mencalonkan diri menjadi Bupati Bandung Barat.
Dalam pertemuan itu, Aa Umbara meminta Totoh untuk menjadi penyedia paket bansos dengan jumlah 120 ribu paket untuk jaring pengaman sosial (JPS) sebesar Rp 300 ribu per paket dan untuk kegiatan PSBB sebesar Rp 250 ribu per paket.
“Dengan syarat harus menyisihkan sebesar enam persen dari total keuntungan untuk terdakwa,” tandas Budi.
Adapun dipilihnya perusahaan Totoh Gunawan dengan mekanisme penunjukan langsung.
Untuk melancarkan modus kejahatannya, Aa Umbara lalu mengenalkan Totoh ke pejabat Pemkab Bandung Barat sebagai pengusaha pengadaan paket sembako JPS dan PSBB.
Dalam pelaksanaannya, pembayaran paket sembako tersebut dilakukan secara bertahap. Sebanyak enam kali pembayaran yang dilakukan Pemkab Bandung Barat kepada perusahaan Totoh Gunawan.
Tercatat, dari enam kali pengadaan bansos sebanyak 55.378 paket, Pemkab Bandung Barat melakukan pembayaran sebesar Rp 15.948.750.000. Adapun Totoh mendapat keuntungan sebesar Rp 3.405.815.000.
Selain dengan Totoh Gunawan, Aa Umbara juga bekerja sama dengan anaknya Andri Wibawa, untuk penyediaan bansos.
Diungkap jaksa, Andri sendiri sudah menyiapkan perusahaan yang akan menjadi penyedia bansos. Dia juga meminta imbalan satu persen dari keuntungan yang didapat perusahaan tersebut.
Dalam pelaksanaannya, Pemkab Bandung Barat membayar Andri dengan empat kali tahapan. Total uang yang dibayarkan untuk 120.675 paket sebesar Rp 36.202.500.000.
“Sehingga atas pengadaan paket bansos tersebut, Andri Wibawa mendapatkan keuntungan Rp 2,6 miliar,” ucap Budi.
Perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf i Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
Aa Umbara terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan minimal 4 tahun serta denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar. (DRY)
Polisi Dalami Kasus Cashback Dana BUMN
MATAKOTA || Jakarta, — Ditunda hingga minggu depan, pemeriksaan bekas Ketua Umum PW…