Gadget Bisa Memperlambat Perkembangan Anak
MATAKOTA, Bandung – Sebuah utas yang dibagikan Dokter PPDS di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Dokter K. S. Denta (@sdenta) yang sedang menempuh program spesialis anak, viral di media sosial.
Dalam utasnya, Ia menjelaskan mengenai beberapa temuannya pada pasien balita yang mulanya memiliki perkembangan yang baik-baik saja, namun melambat setelah kenal dengan gadget.
Tak hanya melambat, bahkan ada yang sampai tidak bisa berbicara, tidak mau main dengan anak-anak lain hingga tantrum. Penjelasannya saat ini telah disukai 40,5 ribu pencuit lainnya.
Pencuit memulai utasnya dengan menjabarkan perbedaan antara anak-anak yang lahir pada jaman dulu dan sekarang.
Di masa lalu, jika anak-anak ingin mencari informasi maka rujukannya adalah Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL) serta buku pintar lainnya.
Sedangkan di masa sekarang, anak lahir di zaman teknologi sudah canggih dan serba terkoneksi, sehingga apapun mudah didapat dengan satu-dua klik saja.
Meski seharusnya bagus karena anak bisa terstimulasi dengan berbagai informasi dan membantu belajar lebih efisien, namun informasi lewat layar punya banyak risiko bagi perkembangan balita.
Waktu layar (screen time) via gadget lebih personal dan memungkinkan fokus anak 100 persen hanya ada di layar, berbeda dengan televisi yang bisa ditonton bersama sehingga kontrol tetap ada di orang dewasa.
Konten saat ini juga dibuat semenarik mungkin yang mengakibatkan perhatian anak terkunci di situ.
“Orang tua senang karena anak tenang. Dibelikan lah tablet dan dikasih pelindung yang lucu,” tulisnya.
Padahal, seharusnya saat usia balita anak memerlukan stimulasi tidak hanya visual, tetapi juga suara, bau, sentuhan yang bervariasi dan dinamis dua arah dengan lingkungan serta mencakup aktivitas fisik dan sosial.
Stimulasi ini akan membuat otak berkembang pada usia anak di bawah lima tahun. Screen time berlebih akan menganggu setidaknya tiga proses perkembangan otak, yaitu sinaptogenesis, mielinisasi dan synapsis pruning.
Jika proses tersebut terganggu, maka otomatis perkembangan balita akan terganggu. Hal ini bisa terjadi di beberapa domain perkembangan sekaligus karena otak yang bertanggung jawab terhadap fungsi-fungsi tersebut terganggu juga perkembangannya.
Apabila area korteks prefrontal dorsolateral yang terpengaruh, maka anak akan jadi punya masalah atensi dan daya ingat. Jika yang terganggu area korteks motorik, maka kemampuan anak bergerak akan terpengaruh. Hal ini bisa mengakibatkan anak tidak bisa memegang mainan, menggunakan baju hingga naik sepeda sendiri.
Anak usia di bawah dua tahun tidak boleh ‘kena’ gadget sama sekali kecuali video call yang wajar.
Untuk usia pra sekolah maksimal pegang gadget sejam sehari didampingin orang tua.
Jika anak sudah lebih besar sedikit, batasi penggunaan gadget di luar sekolah dan perbanyak aktivitas fisik.
Jangan lupa selingi dengan waktu istirahat sering-sering saat sedang sekolah daring serta tidak boleh lihat layar lagi saat di kamar. Orang tua harus tetap mengontrol konten yang dilihat anak.
Pencuit pun mengimbau agar orang tua bertanggung jawab terhadap ketergantungan anak terhadap gadget.
Terdapat tiga langkah yang bisa diterapkan, yaitu batasi, dampingi serta berikan contoh. Sebisa mungkin orang tua tidak terlalu sering scroll media sosial di sekitar anak.
Utasnya ditanggapi oleh perhatian serta saran warganet apabila anak terlanjur terpapar gadget berlebih. (DRY)
UPZ di Jawa Barat Siap Bersinergi untuk Pengelolaan Zakat Makin Efisien di Era Digital
MATAKOTA || Bandung, — BAZNAS Provinsi Jawa Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rak…