Nilai Kasusnya Perdata, Mantan Hakim Agung RI Ini Sebut Dadang Suganda Harus Dibebaskan
MATAKOTA, Bandung – Mantan Hakim Agung Prof Dr Atja Sandjaja SH MH, menilai tidak ada kerugian negara pada kasus dugaan korupsi proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung yang menjerat pengusaha asal Tasikmalaya Dadang Suganda.
Hal itu ungkapkan Atja saat menjadi ahli di PN Tipikor Bandung, Jalan LL RE Martadinata, Kamis (22/4/2021).
“Apa yang dilakukan terdakwa tidak salah dan seharusnya dia bisa dibebaskan dari segala dakwaan jaksa,” ujar mantan Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI tersebut.
Di persidangan, Atja Sandjaja dengan tegas menjawab berbagai pertanyaan dari pengacara terdakwa, jaksa KPK, hakim ketua Benny Eko Supriyadi, dan juga terdakwa Dadang Suganda.
Bahkan dalam menjawab pertanyaan Dadang Suganda, dia dengan tegas menyebutkan bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus yang menjerat mantan Ketua DPW Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Barat 2005-2020 tersebut.
“Saya beli tanah dari masyarakat, sudah dibayar lunas, sudah diberikan kwitansi dan sudah PPJB. Fisiknya sudah dikuasai oleh saya, apakah sudah sah jual beli tersebut?,” tanya Dadang.
Menjawab itu, Atja menjelaskan bahwa jual beli tersebut sudah sah. Alasannya, karena sudah ada kesepakatan antara penjual dan pembeli.
“Itu sah, uang sudah diberikan dan tanah sudah diserahkan,” tegas mantan Ketua PN Bandung tersebut.
Mendengar itu Dadang Suganda pun melanjutkan pertanyaannya. “Pemerintah Kota Bandung butuh tanah, lalu tanah tersebut dijual dengan harga lebih mahal dari pembelian apakah itu dibolehkan?,” ujarnya.
Dijawab Atja, siapapun pembelinya kalau memang sudah sepakat dan ada itikad baik berapapun harganya, jual beli tanah itu sah dan tidak ada yang dirugikan.
“Kalau salah satu pihak merasa dirugikan ya kembalikan saja, uang kembali tanah kembali, tapi kalau sekarang secara fisik tanahnya dikuasai pemerintah berarti pemerintah tidak merasa dirugikan,’ ucap dia.
“Berarti anda tidak salah, jadi kalau dalam perkara ini tidak salah, seharusnya anda dibebaskan oleh hakim,” tambah Atja.
Secara umum, Atja Sandjaja menjawab pertanyaan dari tim penasihat hukum Dadang Suganda. Intinya, dia menyebut bahwa jual beli tanah itu mengikuti aturan hukum adat, tentu saja gol nya berdasarkan kesepatan kedua belah pihak.
Kalau kedua belah pihak setuju dengan harga dan luas tanah yang dibelinya, kata Atja, maka jual beli tersebut sah.
“Kalau pembelinya pemerintah itu disebutnya pelepasan tanah atau pembebasan tanah tapi pada prinsipnya sama berdasarkan kesepakatan, makanya dalam pembebasan tanah milik pemerintah itu selalu diawali musyawarah antara pemilik dan beberapa pejabat terkait,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan jaksa KPK soal tanah yang secara administrasi belum pindah kepemilikan, Atja Sandjaja menjelaskan tidak ada masalah karena itu hanya administrasi saja, bukan sah tidaknya jual beli.
“Jual beli adalah penyerahan barang untuk selama lamanya, kalau belum lunas berarti utang tapi jual belinya sah, apalagi lunas,” ucap dia.
Atja Sandjaja juga menyatakan jual beli selama ada itikad baik semua harus dilindungi termasuk pemerintah.
Lalu dia juga membahas bahwa segala perbuatan hukum perdata boleh diwakilkan, yang tidak boleh itu pidana.
Sebenarnya, kata Atja, dalam kasus ini soal duit negara jangan diributkan karena tanahnya juga sudah dimiliki pemerintah.
“Pelepasan atau pembebasan tanah sepanjang memenuhi syarat dan sepanjang tanah sudah diserahkan berarti sah jual belinya. Jadi jangan diributkan soal ada kerugian negara karana jual belinya juga sudah sah, kecuali kalau di mark up, itu bisa jadi peristiwa pidana,” ucapnya.
Sementara itu, kuasa hukum Anwar Jamaluddin juga bertanya yang mengilustrasikan ada seseorang beli tanah dari orang lain, dibeli dengan harga Rp 100 ribu, terus orang itu melepaskan haknya kepada pemerintah dengan harga Rp 300 ribu.
“Apakah boleh menaikan harga seperti itu?,” tanya Anwar.
“Kenapa gak boleh, harga berapapun asal kesepakatan si penjual dan si pembeli sah jual belinya dan itu bukan mark up. Kecuali menaikkan setelah kesepakatan harga atau barang atau tanah yang dijual menjadi tidak sesuai dengan kesepakatan,” jawab Atja.
Menanggapi itu, penasihat hukum Efran Helmi Juni menyatakan, bahwa keterangan ahli Atja Sondjaja sangat penting agar kasus yang menjerat kliennya terang benderang.
“Bahwa jika dilihat secara konstruksi orang yang memiliki tanah, melakukan jual beli tanah, jual belinya bebas mau swasta boleh dengan pemerintah daerah atau pusat boleh. Syaratnya pemilik atau bukan? Kalau bisa dibuktikan kepemilikannya, yah itu sah,” ujarnya, usai sidang.
Menurut Efran, pada sidang pemeriksaan terdakwa pekan mendatang, pihaknya akan membuktikan semua bahwa kliennya tersebut merupakan pemilik tanah yang sah.
“Clear dari penjelasan ahli Atja Sandjaja tadi, jelas ini peristiwanya adalah peristiwa hukum perdata bukan pidana,” tegas Efran.
Dia berharap keterangan ahli Atja Sandjaja dan Chairul Huda di persidangan, membuat konstruksi masalah terang benderang.
“Besar harapan saya, dengan dua ahli ini perkara jadi terang benderang. Benar peristiwanya ada tapi peristiwa perbuatan hukum perdata. Akibatnya, beliau harus bebas dari segala tuntutan hukum,” pungkas Efran. (DRY)
CASHBACK
Penulis adalah Anggota Biasa PWI sejak 1989 – sekarang. Oleh : Mirza Zulhadi MATAKOTA, …